♥ Bismillaahir Rahmaanir Rahiim ♥
1. Keluar Darah Banyak : ada perbedaan pendapat di antara ahli ilmu mengenai keluarnya darah, apakah membataklan wudhu atau tidak. Diantara mereka ada
1. Keluar Darah Banyak : ada perbedaan pendapat di antara ahli ilmu mengenai keluarnya darah, apakah membataklan wudhu atau tidak. Diantara mereka ada
yang berpendapat membatalkan
wudhu dan sebagian yang lain berpendapat tidak membatalkan wudhu. Jadi
sebaiknya demi untuk kehati-hatian dan keluar dari perselisihan, apabila
seorang Muslim keluar darah banyak, hendaklah ia berwudhu. Akan tetapi
kalau keluarnya hanya sedikit, seperti mimisan, keluar darah dari gusi,
dari bibir, dan keluar darah dari luka ringan, maka tidak membatalkan
wudhu. Keluarnya darah yang sedikit dapat dimaafkan.
2. Tidur Nyenyak : salah satu yang membatalkan wudhu adalah tidur, hal ini berdasarkan hadits shahih, hadits dari shofwan bin ‘Assal ra:
كان النبي يأمرنا أن نمسح علي خفافنا، ولا ننزع خفافنا إلا من جنابة، ولكن من غائط و بول و نوم (أخرجه الترمذي والنساء و ابن ماجه)
“ Rasulullah SAW menyuruh kami untuk mengusap khuf (kaus kaki dari kulit), dan tidak melepaskannya ketika kami habis dari buang air besar, kencing dan tidur, kecuali apabila kami junub”. [HR: Tirmidzi di dalam kitab Thaharah, bab “mengusap khufain bagi musafir dan mukim” no 96. Nasa’i dalam kitab Thaharah, bab “wudhu dari buang air besar dan kecil” no 158. Ibnu Majah kitab Thaharah dan sunnah-sunnahnya, bab “wudhu dari tidur” no 478.] Maksudnya apabila hanya sekedar buang air besar, kencing dan tidur, maka ia hanya berwudhu dan mengusap khuf yang ia kenakan dan tidak wajib melepasnya. Kecuali apabila orang tersebut junub, maka ia harus melepas khuf dan mandi junub. Rasulullah SAW juga bersabda:
من نام فليتوضأ
“Barang siapa telah tidur, maka hendaknya ia berwudhu” [HR: Abu Dawud dan Ibnu Majah] akan tetapi yang lebih shahih adalah hadits dari sahabat Shafwan di atas. Jadi tidur yang nyenyak sehingga hilang akalnya, sudah tidak bisa merasakan dan tidak mendengar suara di sekitarnya membatalkan wudhu, baik itu tidur dengan berdiri, duduk dan berbaring, selama perasaan dan akalnya sudah hilang maka ia wajib wudhu. Akan tetapi tidur yang ringan, masih mendengar suara orang-orang disekitarnya, kesadaranya masih ada dan masih terasa apabila ia keluar hadats, maka tidak membatalkan wudhu.
3. Menyentuh Kemaluan : Menyentuh alat kelamin termasuk yang membatalkan wudhu. Rasulullah SAW bersabda:
(من مس ذكره فليتوضأ (أخرجه الترمذي و أبو داود والنسائي
“Barang siapa telah menyentuh dzakarnya maka hendaknya ia berwudhu” [HR: Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i] Rasulullah SAW juga bersabda:
أيما رجل أفضى بيده إلى فرجه ليس دونهما ستر فقد وجب عليه الوضوء ، وأيماامرأة أفضت بيدها إلى فرجها ليس دونها ستر فقد وجب عليها الوضوء
Setiap laki-laki yang menyentuh kemaluannya dengan tanganya tanpa ada pembatas, maka ia wajib berwudhu dan setiap wanita yang menyentuhnya dengan tanganya tanpa ada pembatas maka wajib baginya berwudhu. (HR. Ahmad) Yang dimaksud menyentuh disini adalah menyentuh dengan tangannya secara langsung, daging dengan daging tanpa ada penghalang. Maka apabila seseorang menyentuh farjinya baik laki-laki maupun perempuan, dengan syahwat maupun tidak, maka wudhunya batal. Karena disini haditsnya bersifat umum, tidak ada syarat harus dengan syahwat. Namun apabila menyentuh dengan kain atau menyentuh dibalik sarungnya, maka wudhunya tidak batal.
4. Hilang Akal : hilangnya akal baik disengaja maupun tidak membatalkan wudhu. Jika seseorang hilang akalnya baik karena disebabkan mabuk, pingsan, ayan, gila dan lain-lain maka ia wajib wudhu apabila telah sadar.
5. Keluar Hadats : keluar hadats baik dari lubang belakang maupun depan membatalkan wudhu. Misal keluar hadats dari lubang belakang seperti, buang angin atau kentut dan buang air besar. Misal keluar hadats dari lubang depan seperti, kencing, keluar mani dan madzi. Semua yang disebutkan disini adalah membatalkan wudhu.
6. Berjima’: Berhubungan badan adalah termasuk yang membatalkan wudhu dan wajib mandi junub walau tidak mengeluarkan sesuatu apapun darinya. Allah SWT berfirman:
أو لامستم النساء
“Atau kamu telah menyentuh perempuan”. {QS: Annisa’: 43}
7. Memakan Daging Unta : Telah tetap dari Rasulullah SAW dari hadits Jabir bin Samuroh bahwasanya Beliau ditanya:
(يا رسول الله، أنتوضأ من لحوم الإبل؟ قال: “نعم” وقيل له: أنتوضأ من لحوم الغنم؟ قال: “إن شئت” (أخرجه مسلم كتاب الحيض باب الوضوء من لحم الإبل، برقم (360
“Ya Rasulullah, apakah saya (harus) wudhu dari (memakan) daging unta? Beliau menjawab “Iya”. Dan ada yang bertanya kepadanya: Apakah saya (harus) wudhu dari (memakan) daging kambing? Beliau menjawab: “jika kamu mau”. [HR: Muslim] Rasulullah memberi pilihan kepada orang yang bertanya mengenai wudhu setelah memakan daging kambing, akan tetapi tidak member pilihan mengenai wudhu setelah memakan daging unta, bahkan Beliau mewajibkannya. Juga terdapat hadits dari Al Bara’ bin Azib, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
(توضؤوا من لحوم الإبل, ولا توضؤوا من لحوم الغنم (أخرجه ابن ماجه في كتاب الطهارة وسننها، باب ما جاء في الوضوء من لحوم الإبل، برقم (497
“Berwudhulah dari (memakan) daging unta, dan tidak (wajib) berwudhu dari (memakan) daging kambing”. [HR: Ibnu Majah]
8. Apakah Menyentuh Istri Membatalkan Wudhu? : ada perbedaan pendapat di antara ulama mengenai masalah ini. Ada tiga pendapat yang terkenal mengenai masalah menyentuh wanita, apakah membatalkan wudhu atau tidak. Yang pertama: pendapat sekelompok ahli ilmu yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tanpa pembatas atau kain membatalkan wuhdu secara mutlak. Pendapat ini masyhur dari madzhab Imam Syafi’i rahimahullah. Pendapat ini berdalil dengan firman Allah Ta’ala: “Atau kamu telah menyentuh perempuan”. {QS: Annisa’: 43} dan maksud “menyentuh” disini adalah bersentuhan atau menyentuh wanita yang berarti memegang dengan tangan. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu. Yang kedua: pendapat dari jamaah ulama dan yang masyhur dari madzhab Ahmad bin Hanbal. Pendapat ini mengatakan bahwa menyentuh wanita dengan syahwat membatalkan wudhu, akan tetapi jika menyentuh tanpa syahwat tidak membatalkan wudhu. Yang ketiga: pendapat dari sekelompok ulama yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Menyentuh wanita baik dengan syahwat maupun tidak dengan syahwat, baik menyentuh istri, mahram maupun wanita asing (ajnabiyah) tidak membatalkan wudhu. Adapun firman Allah:
أو لامستم النساء
“Atau kamu telah menyentuh perempuan”. {QS: Annisa’: 43} maka maksud “menyentuh disini adalah jima’ atau berhubungan badan. Hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas radhiallahu anhu dan sekelompok ahli ilmu. Allah SWT mengungkapkan kata jima’ dengan menyentuh dan menggauli, karena Al Qur’an menggunakan bahasa yang sangat halus. Allah juga menggunakan kata “massa” yang berarti menyentuh untuk mengungkapkan kata “bercampur” dengan istri atau jima’. Dalam bahasa Arab kata Massa – yamussu dan lamisa/lamasa-yalmasu sama-sama bermakna menyentuh, akan tetapi terkadang digunakan untuk mengungkapkan kata jima’ atau bercampur atau menggauli. Allah SWT berfirman:
وإن طلقتموهن من قبل أن تمسوهن
“jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka”. [Al Baqarah: 237]. Maryam binti Imran berkata:
أنى يكون لي ولد ولم يمسسني بشر
Bagaimana saya mempunyai anak sedang saya belum pernah disentuh orang? Arti kata “disentuh” adalah digauli atau dijima’, karena tidak mungkin hanya disentuh bisa mempunyai anak. Orang yang berpendapat dengan pendapat ini juga mengatakan; bahwa maksud dari firman Allah:
وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ}الآية [المائدة: 6]
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari buang air atau kamu telah menyentuh perempuan dan tidak mendapatkan air, maka hendaklah bertayammum” ayat tersebut untuk menegaskan akan wajibnya berseuci dari hadats kecil dan besar. Maka firman Allah: أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ “atau kembali dari buang air” disini untuk menegaskan akan wajibnya berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, yaitu buang air besar. Adapun firman Allah: أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء “atau kamu telah menyentuh wanita” maka disini untuk menjelaskan wajibnya mandi junub untuk menghilangkan hadats besar, yaitu jima’. Dan apabila tidak mendapatkan air, maka hendaklah bertayamum sebagai pengganti air. Para ulama yang berpendapat bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak juga berdalil dengan beberapa hadits shahih, diantaranya adalah:
(كان رسول الله صلي الله عليه وسلم يقبل بعض نسائه ثم يصلي ولا يتوضأ (أخرجه النساء في المجتبي في كتاب الطهارة، باب ترك الوضوء من القبلة، برقم (170
Adalah Rasulullah SAW mencium sebagian istrinya kemudian shalat dan tidak wudhu. [HR. Nasa’i] Wallohu a’lam bish showab.
Bismillah.. Baca Yuk Artikel Islami : "DUA UMAR DAN GEMPA BUMI .." hanya ada dipage Apple Insya Allah Bermanfaat
Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share' dan undang temen2mu gabung dg klik ‘Invite Your Friends’
2. Tidur Nyenyak : salah satu yang membatalkan wudhu adalah tidur, hal ini berdasarkan hadits shahih, hadits dari shofwan bin ‘Assal ra:
كان النبي يأمرنا أن نمسح علي خفافنا، ولا ننزع خفافنا إلا من جنابة، ولكن من غائط و بول و نوم (أخرجه الترمذي والنساء و ابن ماجه)
“ Rasulullah SAW menyuruh kami untuk mengusap khuf (kaus kaki dari kulit), dan tidak melepaskannya ketika kami habis dari buang air besar, kencing dan tidur, kecuali apabila kami junub”. [HR: Tirmidzi di dalam kitab Thaharah, bab “mengusap khufain bagi musafir dan mukim” no 96. Nasa’i dalam kitab Thaharah, bab “wudhu dari buang air besar dan kecil” no 158. Ibnu Majah kitab Thaharah dan sunnah-sunnahnya, bab “wudhu dari tidur” no 478.] Maksudnya apabila hanya sekedar buang air besar, kencing dan tidur, maka ia hanya berwudhu dan mengusap khuf yang ia kenakan dan tidak wajib melepasnya. Kecuali apabila orang tersebut junub, maka ia harus melepas khuf dan mandi junub. Rasulullah SAW juga bersabda:
من نام فليتوضأ
“Barang siapa telah tidur, maka hendaknya ia berwudhu” [HR: Abu Dawud dan Ibnu Majah] akan tetapi yang lebih shahih adalah hadits dari sahabat Shafwan di atas. Jadi tidur yang nyenyak sehingga hilang akalnya, sudah tidak bisa merasakan dan tidak mendengar suara di sekitarnya membatalkan wudhu, baik itu tidur dengan berdiri, duduk dan berbaring, selama perasaan dan akalnya sudah hilang maka ia wajib wudhu. Akan tetapi tidur yang ringan, masih mendengar suara orang-orang disekitarnya, kesadaranya masih ada dan masih terasa apabila ia keluar hadats, maka tidak membatalkan wudhu.
3. Menyentuh Kemaluan : Menyentuh alat kelamin termasuk yang membatalkan wudhu. Rasulullah SAW bersabda:
(من مس ذكره فليتوضأ (أخرجه الترمذي و أبو داود والنسائي
“Barang siapa telah menyentuh dzakarnya maka hendaknya ia berwudhu” [HR: Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i] Rasulullah SAW juga bersabda:
أيما رجل أفضى بيده إلى فرجه ليس دونهما ستر فقد وجب عليه الوضوء ، وأيماامرأة أفضت بيدها إلى فرجها ليس دونها ستر فقد وجب عليها الوضوء
Setiap laki-laki yang menyentuh kemaluannya dengan tanganya tanpa ada pembatas, maka ia wajib berwudhu dan setiap wanita yang menyentuhnya dengan tanganya tanpa ada pembatas maka wajib baginya berwudhu. (HR. Ahmad) Yang dimaksud menyentuh disini adalah menyentuh dengan tangannya secara langsung, daging dengan daging tanpa ada penghalang. Maka apabila seseorang menyentuh farjinya baik laki-laki maupun perempuan, dengan syahwat maupun tidak, maka wudhunya batal. Karena disini haditsnya bersifat umum, tidak ada syarat harus dengan syahwat. Namun apabila menyentuh dengan kain atau menyentuh dibalik sarungnya, maka wudhunya tidak batal.
4. Hilang Akal : hilangnya akal baik disengaja maupun tidak membatalkan wudhu. Jika seseorang hilang akalnya baik karena disebabkan mabuk, pingsan, ayan, gila dan lain-lain maka ia wajib wudhu apabila telah sadar.
5. Keluar Hadats : keluar hadats baik dari lubang belakang maupun depan membatalkan wudhu. Misal keluar hadats dari lubang belakang seperti, buang angin atau kentut dan buang air besar. Misal keluar hadats dari lubang depan seperti, kencing, keluar mani dan madzi. Semua yang disebutkan disini adalah membatalkan wudhu.
6. Berjima’: Berhubungan badan adalah termasuk yang membatalkan wudhu dan wajib mandi junub walau tidak mengeluarkan sesuatu apapun darinya. Allah SWT berfirman:
أو لامستم النساء
“Atau kamu telah menyentuh perempuan”. {QS: Annisa’: 43}
7. Memakan Daging Unta : Telah tetap dari Rasulullah SAW dari hadits Jabir bin Samuroh bahwasanya Beliau ditanya:
(يا رسول الله، أنتوضأ من لحوم الإبل؟ قال: “نعم” وقيل له: أنتوضأ من لحوم الغنم؟ قال: “إن شئت” (أخرجه مسلم كتاب الحيض باب الوضوء من لحم الإبل، برقم (360
“Ya Rasulullah, apakah saya (harus) wudhu dari (memakan) daging unta? Beliau menjawab “Iya”. Dan ada yang bertanya kepadanya: Apakah saya (harus) wudhu dari (memakan) daging kambing? Beliau menjawab: “jika kamu mau”. [HR: Muslim] Rasulullah memberi pilihan kepada orang yang bertanya mengenai wudhu setelah memakan daging kambing, akan tetapi tidak member pilihan mengenai wudhu setelah memakan daging unta, bahkan Beliau mewajibkannya. Juga terdapat hadits dari Al Bara’ bin Azib, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
(توضؤوا من لحوم الإبل, ولا توضؤوا من لحوم الغنم (أخرجه ابن ماجه في كتاب الطهارة وسننها، باب ما جاء في الوضوء من لحوم الإبل، برقم (497
“Berwudhulah dari (memakan) daging unta, dan tidak (wajib) berwudhu dari (memakan) daging kambing”. [HR: Ibnu Majah]
8. Apakah Menyentuh Istri Membatalkan Wudhu? : ada perbedaan pendapat di antara ulama mengenai masalah ini. Ada tiga pendapat yang terkenal mengenai masalah menyentuh wanita, apakah membatalkan wudhu atau tidak. Yang pertama: pendapat sekelompok ahli ilmu yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tanpa pembatas atau kain membatalkan wuhdu secara mutlak. Pendapat ini masyhur dari madzhab Imam Syafi’i rahimahullah. Pendapat ini berdalil dengan firman Allah Ta’ala: “Atau kamu telah menyentuh perempuan”. {QS: Annisa’: 43} dan maksud “menyentuh” disini adalah bersentuhan atau menyentuh wanita yang berarti memegang dengan tangan. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu. Yang kedua: pendapat dari jamaah ulama dan yang masyhur dari madzhab Ahmad bin Hanbal. Pendapat ini mengatakan bahwa menyentuh wanita dengan syahwat membatalkan wudhu, akan tetapi jika menyentuh tanpa syahwat tidak membatalkan wudhu. Yang ketiga: pendapat dari sekelompok ulama yang mengatakan bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak. Menyentuh wanita baik dengan syahwat maupun tidak dengan syahwat, baik menyentuh istri, mahram maupun wanita asing (ajnabiyah) tidak membatalkan wudhu. Adapun firman Allah:
أو لامستم النساء
“Atau kamu telah menyentuh perempuan”. {QS: Annisa’: 43} maka maksud “menyentuh disini adalah jima’ atau berhubungan badan. Hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas radhiallahu anhu dan sekelompok ahli ilmu. Allah SWT mengungkapkan kata jima’ dengan menyentuh dan menggauli, karena Al Qur’an menggunakan bahasa yang sangat halus. Allah juga menggunakan kata “massa” yang berarti menyentuh untuk mengungkapkan kata “bercampur” dengan istri atau jima’. Dalam bahasa Arab kata Massa – yamussu dan lamisa/lamasa-yalmasu sama-sama bermakna menyentuh, akan tetapi terkadang digunakan untuk mengungkapkan kata jima’ atau bercampur atau menggauli. Allah SWT berfirman:
وإن طلقتموهن من قبل أن تمسوهن
“jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka”. [Al Baqarah: 237]. Maryam binti Imran berkata:
أنى يكون لي ولد ولم يمسسني بشر
Bagaimana saya mempunyai anak sedang saya belum pernah disentuh orang? Arti kata “disentuh” adalah digauli atau dijima’, karena tidak mungkin hanya disentuh bisa mempunyai anak. Orang yang berpendapat dengan pendapat ini juga mengatakan; bahwa maksud dari firman Allah:
وَإِن كُنتُم مَّرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء فَلَمْ تَجِدُواْ مَاء فَتَيَمَّمُواْ}الآية [المائدة: 6]
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dari buang air atau kamu telah menyentuh perempuan dan tidak mendapatkan air, maka hendaklah bertayammum” ayat tersebut untuk menegaskan akan wajibnya berseuci dari hadats kecil dan besar. Maka firman Allah: أَوْ جَاء أَحَدٌ مَّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ “atau kembali dari buang air” disini untuk menegaskan akan wajibnya berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil, yaitu buang air besar. Adapun firman Allah: أَوْ لاَمَسْتُمُ النِّسَاء “atau kamu telah menyentuh wanita” maka disini untuk menjelaskan wajibnya mandi junub untuk menghilangkan hadats besar, yaitu jima’. Dan apabila tidak mendapatkan air, maka hendaklah bertayamum sebagai pengganti air. Para ulama yang berpendapat bahwa menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu secara mutlak juga berdalil dengan beberapa hadits shahih, diantaranya adalah:
(كان رسول الله صلي الله عليه وسلم يقبل بعض نسائه ثم يصلي ولا يتوضأ (أخرجه النساء في المجتبي في كتاب الطهارة، باب ترك الوضوء من القبلة، برقم (170
Adalah Rasulullah SAW mencium sebagian istrinya kemudian shalat dan tidak wudhu. [HR. Nasa’i] Wallohu a’lam bish showab.
Bismillah.. Baca Yuk Artikel Islami : "DUA UMAR DAN GEMPA BUMI .." hanya ada dipage Apple Insya Allah Bermanfaat
Bagikan tausiyah ini kepada teman-temanmu dengan meng-klik 'bagikan'/'share' dan undang temen2mu gabung dg klik ‘Invite Your Friends’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar