Bismillahir-Rahmaanir-Rahim
... Entah karena keegoisan Ari atau karena hal lain, membuat
perselisihan kerap mewarnai kehidupan mereka, bahkan sebuah perceraian
hampir saja terjadi.
Galau hati ya
Galau hati ya
ng Ari rasakan. Kegalauan membuatnya jadi jarang pulang ke rumah, seolah hilang sudah semua ketenangan yang ia cari selama ini.
Dalam kegalauan dan dalam perjalanannya mencari ketenangan hati, ia tinggalkan istrinya sembari memantapkan hati untuk bercerai.
Banyak hal negatif yang ia lakukan sebagai pelarian atas masalah yang dialaminya, meskipun ia tahu bahwa apa yang dilakukannya jelas-jelas dilarang oleh agama.
Eni, bukanlah seorang istri yang baik jika saat ditinggal pergi suaminya ia hidup tanpa keresahan dan kebimbangan. Hanya kepasrahan sebagai seorang wanita lah yang bisa ia lakukan, mencoba untuk menjadi istri yang berbakti dan menjadi ibu yang teladan bagi anak-anaknya, adalah harapannya saat ini.
Hanya seuntai doa dalam tahajjudnya yang kini mewarnai gelap malamnya sebagai seorang wanita yang hidup diambang perceraian. Tentulah tak ada seorangpun wanita di dunia ini yang ingin hidup menjanda ditinggal suaminya pergi, termasuk dirinya.
Ari di sela waktu pelariannya ia sempatkan bertemu seorang sahabatnya untuk meminta nasihat atas masalah yang dialaminya. Ia bercerita bahwa belakangan ini, meskipun telah sama-sama berkeluarga, sering teringat dan berkomunikasi dengan mantan kekasihnya dulu semasa SMA. Godaan akan bayang-bayang masa lalu menjadikannya terjerembab dalam perangkap iblis.
Seringkali ia membanding-bandingkan antara istrinya yang sekarang dan mantan kekasihnya itu. Dianggapnya bahwa mantan kekasihnya jauh lebih baik daripada Eni, istrinya sekarang. Bahkan diajaknya untuk menikah setelah Ari resmi bercerai dari Eni, mantan kekasihnya itu pun mau, dengan syarat bahwa mantan kekasihnya juga harus bercerai dari suaminya saat ini, dan ia bersedia.
Sebenarnya dalam hati Ari, ia masih menyayangi istri dan anak-anaknya, tapi ia terlanjur muak dengan keadaan yang ia hadapi belakangan ini. Sahabatnya, menasehati cukup filosofis,
“Ri, seharusnya kamu bersyukur punya istri seperti Eni. Dia cantik, cerdas dan pengertian. Aku tahu bagaimana Eni, karena dia juga temanku.
Mantan kekasihmu adalah fatamorgana di padang pasir yang memberikan keindahan di tandusnya hati yang gersang, tapi sedikitpun tak bisa kamu sentuh karena ia adalah luapan panas yang membara di ujung sana. Sedangkan Eni, dia adalah mata air nan jernih yang memberikan kesejukan dalam hati yang dahaga karena panasnya hidup yang kamu jalani. Dia hadir saat kamu membutuhkannya dan dia ada saat kamu merindukannya.
Tidakkah kamu sadari, keberhasilanmu saat ini adalah karena tangis doanya di sepertiga malam terakhir?
Tidakkah kamu tahu, saat kamu berangkat kerja, seuntai doa dalam dluhanya lah yang selalu mengiringi langkahmu?
Dan tidakkah kamu mengerti bahwa dalam lelah tubuhnya, ia masih menyambutmu dengan senyum dan harum saat kamu pulang kerja? Dia tempatmu bersandar saat lelah, dan dia tempatmu mengeluh saat masalah datang menerpamu.
Piring kotor jadi bersih karena dia. Pakaian kusut jadi rapi karena dia. Rumah berantakan jadi tertata kembali karena dia. Dan kamu bisa tersenyum dalam peliknya masalah yang kamu hadapi juga karena dia.
Dia adalah mentari pagi yang menghangatkan jiwa-jiwa yang dingin.
Dia adalah angin senja yang menyejukkan hati yang terluka.
Dan dia juga rembulan malam yang menerangi gelapnya sanubari dengan kelembutannya.
Bukankah ia lebih baik dari mantan kekasihmu itu, bahkan dari wanita manapun di dunia ini? Dan masihkah kamu ingin menceraikannya? Sekarang pulanglah, temui istrimu jangan pernah tinggalkan dia lagi.”
Lekuk senyum di bibir menghiasi wajah Ari, sebait kata terima kasih mengakhiri pertemuan dini hari itu. Dalam keheningan malam ia melangkah pulang setelah sekian lamanya ia tak menginjakkan kaki ke rumah yang telah lama ditinggalkannya.
Beberapa jam kemudian, terdengar sayup doa seorang wanita dari balik pintu sebuah rumah dalam derai air matanya..
“Ya Allah..kembalikan dia untukku, untuk anak-anakku…...”
Sayu sebuah suara laki-laki menjawab tangis doa itu,
“Aku kembali dinda, maafkan aku, aku khilaf.”
Alangkah terkejutnya wanita itu. Dan tak lama laki-laki itu melangkah lalu memeluk wanita yang hanyut dalam doanya tadi seraya berbisik,
“Dinda, tak ingin kutinggalkan kamu lagi, aku sayang kamu Dinda, aku sayang kamu... Aku selalu ingin ada untukmu.”
Ya wanita itu, Eni, dalam kesabarannya telah dikabulkan doanya oleh Allah. Dan Ari, suami yang dicintainya, kini telah kembali kepadanya, ke dalam pelukannya.
Wallahua’lam bish Shawwab ....
Barakallahufikum ....
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
___________
*
Dalam kegalauan dan dalam perjalanannya mencari ketenangan hati, ia tinggalkan istrinya sembari memantapkan hati untuk bercerai.
Banyak hal negatif yang ia lakukan sebagai pelarian atas masalah yang dialaminya, meskipun ia tahu bahwa apa yang dilakukannya jelas-jelas dilarang oleh agama.
Eni, bukanlah seorang istri yang baik jika saat ditinggal pergi suaminya ia hidup tanpa keresahan dan kebimbangan. Hanya kepasrahan sebagai seorang wanita lah yang bisa ia lakukan, mencoba untuk menjadi istri yang berbakti dan menjadi ibu yang teladan bagi anak-anaknya, adalah harapannya saat ini.
Hanya seuntai doa dalam tahajjudnya yang kini mewarnai gelap malamnya sebagai seorang wanita yang hidup diambang perceraian. Tentulah tak ada seorangpun wanita di dunia ini yang ingin hidup menjanda ditinggal suaminya pergi, termasuk dirinya.
Ari di sela waktu pelariannya ia sempatkan bertemu seorang sahabatnya untuk meminta nasihat atas masalah yang dialaminya. Ia bercerita bahwa belakangan ini, meskipun telah sama-sama berkeluarga, sering teringat dan berkomunikasi dengan mantan kekasihnya dulu semasa SMA. Godaan akan bayang-bayang masa lalu menjadikannya terjerembab dalam perangkap iblis.
Seringkali ia membanding-bandingkan antara istrinya yang sekarang dan mantan kekasihnya itu. Dianggapnya bahwa mantan kekasihnya jauh lebih baik daripada Eni, istrinya sekarang. Bahkan diajaknya untuk menikah setelah Ari resmi bercerai dari Eni, mantan kekasihnya itu pun mau, dengan syarat bahwa mantan kekasihnya juga harus bercerai dari suaminya saat ini, dan ia bersedia.
Sebenarnya dalam hati Ari, ia masih menyayangi istri dan anak-anaknya, tapi ia terlanjur muak dengan keadaan yang ia hadapi belakangan ini. Sahabatnya, menasehati cukup filosofis,
“Ri, seharusnya kamu bersyukur punya istri seperti Eni. Dia cantik, cerdas dan pengertian. Aku tahu bagaimana Eni, karena dia juga temanku.
Mantan kekasihmu adalah fatamorgana di padang pasir yang memberikan keindahan di tandusnya hati yang gersang, tapi sedikitpun tak bisa kamu sentuh karena ia adalah luapan panas yang membara di ujung sana. Sedangkan Eni, dia adalah mata air nan jernih yang memberikan kesejukan dalam hati yang dahaga karena panasnya hidup yang kamu jalani. Dia hadir saat kamu membutuhkannya dan dia ada saat kamu merindukannya.
Tidakkah kamu sadari, keberhasilanmu saat ini adalah karena tangis doanya di sepertiga malam terakhir?
Tidakkah kamu tahu, saat kamu berangkat kerja, seuntai doa dalam dluhanya lah yang selalu mengiringi langkahmu?
Dan tidakkah kamu mengerti bahwa dalam lelah tubuhnya, ia masih menyambutmu dengan senyum dan harum saat kamu pulang kerja? Dia tempatmu bersandar saat lelah, dan dia tempatmu mengeluh saat masalah datang menerpamu.
Piring kotor jadi bersih karena dia. Pakaian kusut jadi rapi karena dia. Rumah berantakan jadi tertata kembali karena dia. Dan kamu bisa tersenyum dalam peliknya masalah yang kamu hadapi juga karena dia.
Dia adalah mentari pagi yang menghangatkan jiwa-jiwa yang dingin.
Dia adalah angin senja yang menyejukkan hati yang terluka.
Dan dia juga rembulan malam yang menerangi gelapnya sanubari dengan kelembutannya.
Bukankah ia lebih baik dari mantan kekasihmu itu, bahkan dari wanita manapun di dunia ini? Dan masihkah kamu ingin menceraikannya? Sekarang pulanglah, temui istrimu jangan pernah tinggalkan dia lagi.”
Lekuk senyum di bibir menghiasi wajah Ari, sebait kata terima kasih mengakhiri pertemuan dini hari itu. Dalam keheningan malam ia melangkah pulang setelah sekian lamanya ia tak menginjakkan kaki ke rumah yang telah lama ditinggalkannya.
Beberapa jam kemudian, terdengar sayup doa seorang wanita dari balik pintu sebuah rumah dalam derai air matanya..
“Ya Allah..kembalikan dia untukku, untuk anak-anakku…...”
Sayu sebuah suara laki-laki menjawab tangis doa itu,
“Aku kembali dinda, maafkan aku, aku khilaf.”
Alangkah terkejutnya wanita itu. Dan tak lama laki-laki itu melangkah lalu memeluk wanita yang hanyut dalam doanya tadi seraya berbisik,
“Dinda, tak ingin kutinggalkan kamu lagi, aku sayang kamu Dinda, aku sayang kamu... Aku selalu ingin ada untukmu.”
Ya wanita itu, Eni, dalam kesabarannya telah dikabulkan doanya oleh Allah. Dan Ari, suami yang dicintainya, kini telah kembali kepadanya, ke dalam pelukannya.
Wallahua’lam bish Shawwab ....
Barakallahufikum ....
... Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ...
--- Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini ... Itu hanyalah dari kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----
Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika menurut sahabat note ini bermanfaat ....
#BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
------------------------------------------------
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....
___________
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar